Selasa, 11 November 2014

NILAI DASAR EKONOMI ISLAM


Oleh : Firman Apriadi N dan Dani Hilman H (divisi Keagaaman HimaMNJ2014)
A.    Peendahuluan
            Ekonomi Islam merupakan Ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilaku ekonominya diatur berdasarkan aturan-aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
            Menurut Prof. Dr. Muhammad Abdul Mannan : Ekonomi Islam merupakan ilmu penegtahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
            Menurut Prof. Dr. M. Umar Chapra : Ekonomi Ilsam didefinisikan sebgai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.[1]
            Para pakar ekonomi bebeda pandangan dalam mengklasifikasikan nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang akan kita bicarakan kali ini. Seperti yang di tulis Adi Sasono dalam bukunya “Solusi Islam Atas Problematika Umat” mengatakan bahwa ada lima nilai dasar ekonomi Islam : Kepemilikan, Kebersamaan, keadilan, kebebasan, keseimbangan.[2]
            Sedangkan Akhmad Mujahidin dalam bukunya “Ekonomi Islam” mengatakan bahwa nilai dasar ekonomi Islam terdiri dari : Tauhid, ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah, Ma’ad (Hasil).[3]
            Jadi nilai dasar yang dijadikan pondasi ekonomi islam tidak terlepas dari hubungan antara makhluq dengan tuhan dan hubungan makhluq dengan makhluq lainnya.
B.     Tujuan Ekonomi Islam
            Segala aturan yang Allah SWT turunkan dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
            Dalam pandangan Islam, tujuan hidup perorangan adalah mencari kebahagian dunia dan akhirat yang dicapai melalui kerangka peribadatan kepada Allah SWT. Terkenal dalam hal ini firman Allah melalui kitab suci al-Qur’an : “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada Ku”. Dengan adanya kenteks ini, manusia selau merasakan kebutuhan akan Tuhan, dan dengan demikian ia tidak berbuat sesuka hati. Karena itulah akan ada kendali atas perilakunya selama hidup, dalam hal ini adalah pencarian pahala/kebaikan untuk akhirat, dan pencegahan sesuatu yang secara moral dinilai buruk atau baik didunia.[4]
            Seorang fuqoha asal Mesir yakni Prof. Muhammad Abu Zahrah dalam karya Ushul Fiqhnya mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan syari’at Islam diturunkan sebagai rahmat bagi selutuh umat manusia :
1.      Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.      Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum mu’amalah.
3.      Tercapainya Maslahah (merupakan puncak sasaran hukum Islam). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran diatas meliputi lima jaminan dasar, yakni :
·         Keselamatan keyakinan agama (hifdzuddin)
·         Keselamatan Jiwa (hifdzunnafs)
·         Keselamatan akal (hifdzul’aql)
·         Keselamatan keluarga dan keturunan (hifdzunnasl)
·         Keselamatan harta benda (hifdzulmaal).[5]
            Dari sisi prioritas pemenuhannya, maslahah terbagi dalam tiga strata : al-Dloruriyyat (primer), al-Hajiyyat (sekunder), at-Tahsiniyyat (tersier).[6]
C.    Ekonomi Islam..?? Ada gak yaaaah…!!!
            Sejumlah ahli ekonomi berpendapat bahwa ada kaitan langsung antara Islam dan ekonomi. Dengan demikian ada yang dinamakan ekonomi Islam, yaitu Islam memuat ajaran-ajaran ekonomi yang harus diterapkan oleh masyarakat kaum muslimin. Pengakuan ini sangatlah menarik, karena kita sudah lama melihat bahwa ekonomi hanyalah bersifat empirik saja, sedangkan agama memiliki nuansa spiritual yang sangat kuat. Jadi, ada sebuah pertanyaan yang snagat menarik, adakah ekonomi Islam?
            Pada tahun 70-80an ekonomi Islam ramai diperbincangkan, sejumlah ekonom berpendapat bahwa sebuah ekonomi dapatlah dinamakan ekonomi Islam kalau mengikuti ketentuan-ketentuan agama Islam mengenai riba, eksistensi bank dan penolakan terhadap asuransi. Pada masa yang sma juga muncul tokoh yang mengemukakan pendapatnya mengenai ekonomi pancasila yang menyebabkan ekonomi Islam tidak terlalu banyak diperbincangkan lagi.
            Ekonomi pancasila harus terkait langsung dengan orang kecil dan bertumpu pada moralitas. Pendapat ini identik dengan konsepsi dari ekonomi Islam, minus soal bunga bank dan asuransi, karenanya pembahasan tentang ekonomi Islam segera lalu berhenti.
            Diskusi mengenai ekonomi Islam tidak lantas berhenti begitu saja, pada era moderen seperti Yusuf Qardawi mengemukakan, bahwa tidak dapat begitu saja bunga bank dianggap sebgai riba, tergantung pada besar kecil dan maksud pemungutan bunga bank tersebut. Menurut pendapatnya jika bunga bank dipungut dari dari upaya non produktif katakanlah bersifat konsumtif belaka, maka ia dapat dikatakan riba. Kalau bunga bank itu merupakan bagian dari sebuah upaya produktif maka bunga bank yang digunakan atas transaksi itu bukanlah riba, melainkan bagian dari ongkos produksi saja.
            Dari uraian diatas ada tiga hal penting yang tidak boleh dilupakan sama sekali : Orientasi ekonomi (maslahah), mekanisme untuk mencapai kesejahteraan itu tidak ditentukan format dan bentuknya.
            Dari orientasi dan mekanisme pasar seperti itu, jelas bahwa tidak ada satupun yang bertentangan dengan jaran Islam. Sedangkan amsalah bunga bank dan pelaksanaan asuransi sebagai unit parsial dalam kehidupan ekonomi, dapat saja dirumuskan yang benar-benar sesuai ajaran Islam.[7]
D.    What is a Name..???
            dapat saja kita melihat pelaksanaan prinsip-prinsip Islam, namun dalam orientasi dan mekanismenya adalah ekonomi kapitalistik. Padahal orientasi kapitalistik itu dapat dibedakan dari orientasi Islam. Dalam orientasi kapitalistik yang diutamakan adalah individu pengusaha besar dan pemilik modal. Dalam Islam, justru kepentingan rakyat, kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan yang menjadi ukuran.[8] Jadi, bagaimana dengan kita..?? :D



[1] M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Lembaga Bisnis Syari’ah, Jakarta: PKES, 2008 hlm. 1
[2] Adi Sasono, Solusi Islam Atas Problematika Umat, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
[3] Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
[4] Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta: The Wahid Institute, cet-II 2006 hlm. 161.
[5] Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Lebanon: Dar al-Fikr al-Arobi, hlm 364.
[6] Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, Kediri: Purna Siswa Aliyah 2004 Lirboyo, cet-II 2005 hlm. 252.
[7] Ibid, Islamku Islam Anda Islam Kita, hlm.164-166
[8] Ibid, hlm. 167

Tidak ada komentar:
Write komentar