Oleh
: Firman Apriadi Nugraha
A. Pendahuluan
Ekonomi Islam
sesungguhnya satu realitas baru dalam dunia ilmiah modern saat ini. Dalam kurun
waktu 50 tahun terakhir ini, ia terus tumbuh menyempurnakan diri di
tengah-tengah beraneka ragamnya
system sosial dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada system
sekuler. Dikatakannya baru dalam tanda petik, karena sesungguhnya ilmu ekonomi
Islam sudah pernah diperaktekkan secara sempurna di masa Rasulullah SAW hingga
masa keemasan Daulah Islamiah beberapa abad lalu.
Namun haruslah
diyakini, ekonomi
Islam bukan hadir sebagai reaksi atas dominasi kapitalisme maupun sosialisme ketika
itu. Ekonomi Islam hadir sebagai bagian dari totalitas kesempurnaan Islam itu
sendiri. Islam harus dipeluk secara kaffah oleh umatnya, maka konsekwensinya
umat Islam harus mewujudkan keIslamannya dalam segala aspek kahidupan, termasuk
kehidupan ekonomi. Karena sesungguhnya, umat Islam telah memiliki system
ekonomi tersendiri dimana garis-garis besarnya telah digambarkan secara utuh di
dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
Wajarlah kita
sebagai umat Islam, melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi sesuai dengan aturan
dan kaidah Islam. Islam sebagai suatu agama, harus disadari tidak sealalu
mengurusi masalah Ukhrawiah saja seperti yang selama ini biasa
kita tafsirkan, tetapi Islam juga mengatur dan mengurusi masalah kehidupan
duniawi. Kerena itu, suatu system ekonomi yang didasarkan pada konsep Islam,
adalah sebuah system ekonomi yang siap mengantarkan umatnya kepada
kesejahteraan yang sebenarnya (Falah), yaitu satu kesejahteraan yang
tidak hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani manusia melainkan juga kebutuhan
rohani, mengingat esensi manusia justru terletak pada rohaninya.
B. Kegiatan Ekonomi Bangsa Arab
Sebelum Islam
Jauh sebelum
kedatangan Islam, Bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan perniagaannya.
Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang pasir,
pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan tampaknya menjadi alasan utama
mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber pencaharian
mereka.
Sementara itu,
mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah) memilih bercocok tanam, disamping
pengrajin besi dan berniaga, sebagai sumber utama mata pencaharian mereka. Hal
ini ditunjang oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki tingkat kelembaban dan
curah hujan yang cukup, sehinngga menjadikannya daerah yang subur.
Dalam melakukan
transaksi perniagaan, suku Bangsa Arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistim
ribawi, sebagai berikut;
1. Seseorang
menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan
dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli
tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan dengan
syarat membayar dengan jumlah yang lebih besar daripada harga awal.
2. Seseorang
meminjamkan sejumlah uang dengan jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat
jatuh tempo, peminjam membayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap
riba atau tambahan.
3. Antara peminjam
dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan terhadap suatu tingkat riba
selama jangka waktu tertentu. Apabila telah jatuh tempo dan belum bisa
membayarnya, peminjam diharuskan membayar suatu tingkan kenaikan riba tertentu
sebagai kompensasi tambahan tenggang waktu pembayaran.
C. Kegiatan
Ekonomi Bangsa Arab Setelah Islam
Periode Mekah; Nabi Muhammad
SAW sebagai
seorang pedagang.
Seperti anggota
suku Quraisy lainnya, Muhammad SAW. menekuni dunia
perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada usia 12 tahun, ia ikut
serta dalam perjalanan dagang ke Syiria bersama pamannya Abu Thalib. Setelah
menginjak dewasa dan menyadari bahwa pamannya berasal dari keluarga besar namun
berekonomi lemah, Nabi
Muhammad SAW mulai
berdagang sendiri pada taraf kecil dan pribadi di kota Mekah.
Dalam melakukan
usaha dagangnya, Nabi Muhammad SAW. menggunakan
modal orang lain yang berasal dari janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu
menjalankan modalnya sendiri. Dari mengelola modal tersebut ia mendapat upah
atau bagi hasil sebagai mitra. Kepiawaian dalam berdagang yang disertai
dengan reputasi dan integritas yang baik membuat Nabi Muhammad SAW dijuluki Al-‘Amin (terpercaya)
dan Ash-Shiddiq (jujur) oleh penduduk Mekah yang berimplikasi pada
semakin banyaknya kesempatan berdagang dengan modal orang lain.
Setelah menikah
dengan Khadijah, Muhammad saw tetap mejalankan usaha perdagangannya. Ia menjadi
menejer sekaligus mitra dalam usaha istrinya. Perjalanan dagang beberapa kali
diadakan keberbagai pusat perdagangan dan pekan dagang di Semenanjung Arab dan
negeri-negeri di perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Syiria. Muhammad juga
terlibat dalam urusan dagang yang besar di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz
selama musim haji. Pada musim lain, ia sibuk mengurus perdagangan grosir di
pasar-pasar kota Mekah.
Periode Madinah; Nabi Muhammad SAW sebagai
seorang kepala negara.
Setelah mendapat perintah dari Allah SWT, Nabi Muhammad saw berhijrah ke
Yatsib (Madinah). Di sana Ia disambut dengan hangat oleh penduduk kota tersebut
dan diangkat menjadi pemimpin mereka. Berbeda dengan periode Mekah, Islam
menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Ajaran Islamyang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun dikota ini. Nabi Muhammad SAW mempunyai
kedudukan sebagai kepala negara, disamping sebagai pemimpin Agama.
Rasulullah saw
segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan
ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim. Kondisi negara
baru yang dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga
sulit dimobilisasi dalam waktu dekat. Kerenanya, Rasulullah saw segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1. Membangun
Masjid sebagai Islamic Centre.
2. Menjalin Ukhwwah
Islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
3. Menjalin
kedamaian dalam Negara.
4. Mengeluarkan
hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
5. Membuat
konstitusi Negara.
6. Menyusun system
pertahanan Negara
7. Meletakkan
dasar-dasar keuangan Negara
D.
Pembangunan system ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional,
Rasulullah saw
merubah sistem
ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an. prinsip-prinsip
kebijakan ekonomi yang dijelaskan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.
Allah Swt adalah penguasa tertinggi
sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
2.
Manusia hanyalah Khalifahh Allah
SWT dimuka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
3.
Semua yang dimiliki dan didapatkan
manusia adalah seizin Allah SWT, oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung
mempunyai hak sebagian atas kekayaan yang dimiliki manusia llain yang lebih
beruntung.
4.
Kekayaan harus berputar dan tidak boleh
ditimbun.
5.
Eksploitasi ekonomi dalam segala
bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan
6.
Menerapkan system warisan sebagai redistribusi kekayaan
7.
Menetapkan kewajiban bagi seluruh
individu, termasuk orang-orang miskin.
E.
Pendirian lembaga Baitul Mal dan
Kebijakan Fiscal
Rasulullah Saw merupakan kepala Negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan Negara di abad ketujuh. Semua
hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian
dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara, tempat pusat pengumpulan dana itu
disebut Bait Al-Mal yang dimasa Nabi Muhammad Saw terletak di
Masjid Nabawi.
a.
Pendapatan Baitul Mal
Sumber-sumber
pendapatan Negara pada masa Rasulullah Saw tidak hanya bersumber pada zakat
saja. Pada masa ini sisi pemerintahan APBN terdiri atas; Kharaj, Zakat, Khums,
Jizyah dan Kaffarah.
b.
Pengeluaran baitul mal
Pada masa
Rasulullah SAW, dana Baitul Mal dialokasikan untuk penyebaran Islam,
pendidikan, dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan
infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial.
c.
Instrumen kebijakan fiscal meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
Peningkatan
pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja, kebijakan pajak, anggaran,
dan kebijakan fiscal
khusus.
F.
Kebijakan moneter
Mata uang yang dipergunakan bangsa Arab, baik sebelum
ataupun setelah Islam, adalah Dinar dan Dirham. Kedua mata uang tersebut
memiliki nilai yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran
uang.
a.
Penawaran dan permintaan uang.
Pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW, kedua mata uang tersebut diimpor; dinar dari
romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor Dinar dan Dirham dan
barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua
Negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa menciptakan permintaan terhadap uang
dan kerenanya motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah
permintaan transaksi.
b.
Pemercepatan peredaran uang.
Faktor lain
yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepatan peredaran
uang. System pemerintahan yang legal dan, khususnya, perangkat hukum yang tegas
dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh
yang signifikan dalam meningkatkan percepatan peredaran uang. Demikian juga
tindakan Rasulullah Saw mendorong masyarakat untuk mengadakan akad kerjasama
dan mendesak mereka untuk memberikan Qard al-hasan semakin memperkuat
percepatan peredaran uang. struktur pasar memiliki pengaruh yang cukup kuat
terhadap pemercepatan peredaran uang. monopoli kaum Quraisy dalam bisnis
perdagangan yang sudah ada sejak dahulu perlahan-lahan mulai berkurang. Jadi,
dapat dikatakan bahwa pengahapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan
telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada
distribusi pendapatan yang lebih baik.
c.
Pengaruh kebijakan fiscal terhadap
nilai uang.
Pada awal-awal
masa pemerintahan Rasulullah Saw, perekonomian mengalami penyusutan permintaan
efektif. perpindahan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah yang tidak dibekali
dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian, yang akan diperlukan
dimadinah telah menciptakan keseimbangan perekonomian yang rendah. Kebijakan
lain yang dilakukan Rasulullah Saw adalah memberikan kesempatan yang lebih
besar kepada kaum muslimin dalam melakukan aktivitas produktif dan ketenaga
kerjaan. Nabi Muhammad Saw mendesak kaum Anshar dan Muhajirin, sejak awal
kedatangan mereka ke madinah, untuk melakukan Akad MudhArabah, Muzara’ah, dan
Musaqah satu sama lain.
d.
Mobilisasi dan utilisasi tabungan.
Salah satu
tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan Islam adalah penginvestasian
tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu
mengembangkan peluang investasi Islami secara legal dan mencegah kebocoran
penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak Islami. Pengembangan peluang
investasi secara legal dilakukan dengan mengadopsi system investasi
konvensional yang kemudian disesuaikan dengan syari’ah, sehingga pihak pemilik
tabungan dengan pengusaha dapat bekerjasama dengan satu ex-ente
agreement share yang menghasilkan nilai tambah. Karena kegiatan utama
ekonomi adalah jasa, pertanian, perdagangan, dan kerajinan tangan, bentuk hukum
yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudhArabah, muzara’ah, musaqat, dan
musyarakah. Pada awal masa Islam, melalui berbagai cara, pemerintah menyediakan
fasilitas yang berorientasi investasi. Pertama, memberi kemudahan bagi produsen
untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntugan pajak terutama bagi unit
produksi baru. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi sector swasta dan peran
serta masyarakat dalam berinvestasi.
Tidak ada komentar:
Write komentar